Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjadi Santriwati, Menjadi Kartini: Lentera Ilmu di Tengah Zaman


JENDELA PELAJAR
- Menjadi santri bukan hanya perkara mengenakan sarung dan duduk bersimpuh di hadapan kitab kuning. Bagi seorang perempuan, menjadi santri adalah seni. Dan Kartini, jauh sebelum dunia pesantren terbuka luas untuk perempuan, telah meracik sendiri bagaimana cara nyantri yang elegan, berani, dan penuh cinta akan ilmu.

Kartini, putri seorang bangsawan Jepara, memilih jalan yang tidak biasa. Di tengah kehidupan yang telah diatur dengan batasan dan adat istana, ia melangkah keluar, tidak secara fisik, tapi lewat pikirannya yang merdeka dan jiwanya yang haus akan ilmu. Ia nyantri kepada para kiai, salah satunya Mbah Soleh Darat, bukan semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan sebagai bentuk cinta kepada masa depan perempuan Indonesia.

Menjadi Santri ala Kartini
Bagi Kartini, menjadi santri tidak harus tinggal di pesantren. Menjadi santri adalah tentang ngopeni jiwo, menjaga dan merawat jiwa dengan ilmu. Tentang ngaji, membaca dan memahami kehidupan dengan bimbingan cahaya agama. Tentang keberanian untuk berpikir dan menyuarakan kebenaran, tanpa kehilangan kesantunan dalam bersikap.

Ia tidak mempersoalkan seberapa banyak hafalan yang mampu dikuasai, namun seberapa dalam makna dari ilmu yang diserap dapat merubah cara berpikir dan bertindak. Menjadi santri putri ala Kartini adalah menjadi manusia merdeka, namun tetap taat dan beradab.

Menghidupkan Lentera dalam Gelap Gulita
Kartini tidak hanya dikenal karena surat-suratnya yang menggugah. Ia adalah lentera yang menyala di tengah gulita. Di zaman di mana perempuan kerap dibatasi bahkan dibungkam, Kartini justru menjadikan keterbatasan itu sebagai kekuatan untuk menulis, berpikir, dan menyampaikan suara yang menggetarkan sejarah.

Melalui tafsir-tafsir Al-Qur’an dari Mbah Soleh Darat yang ia minta untuk ditulis dalam bahasa Jawa agar mudah dipahami, Kartini membuktikan bahwa ilmu harus diakses oleh semua, terutama perempuan. Karena perempuan juga pendidik, penjaga peradaban, dan penentu arah generasi.

Habis Gelap Terbitlah Terang, Habis Lelah Terbitlah Lillah
Perjuangan Kartini adalah teladan bagi santriwati masa kini. Ia mengajarkan bahwa ilmu harus dibarengi dengan keberanian, kesungguhan, dan cinta kepada sesama. Ia mengajarkan bahwa santri bukan hanya mereka yang mondok, tetapi siapa pun yang bersedia untuk belajar, berpikir jernih, dan menyalakan cahaya dalam kegelapan.

Selamat Hari Kartini.
Hari di mana kita merayakan semua perempuan.
Semoga setiap santriwati bisa menjadi Kartini baru di zamannya.
Bukan hanya mengenang, tapi menghidupkan kembali semangatnya.

Dari pesantren, untuk peradaban.
Dari perempuan, untuk masa depan.