Kartini dalam Lensa Pramoedya: Ini 6 Fakta yang Jarang Diketahui
JENDELA PELAJAR - Setiap tanggal 21 April, kita memperingati Hari Kartini. Tapi tahukah kamu bahwa sosok Raden Ajeng Kartini ternyata menyimpan banyak kisah inspiratif yang belum banyak diketahui publik? Dalam buku “Sebut saja Aku Kartini” karya sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer, terungkap enam fakta menarik yang memperlihatkan betapa istimewanya Kartini, jauh lebih dari sekadar pelopor emansipasi perempuan. Yuk, simak!
1. Wafat di Usia Muda, Mewariskan Semangat Abadi
RA Kartini meninggal dunia di usia yang sangat muda, 25 tahun. Ia tutup usia hanya empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat, pada 17 September 1904. Meskipun singkat, hidupnya penuh dengan perjuangan, pemikiran besar, dan semangat perubahan.
2. Pandai Memasak dan Tinggalkan Warisan Kuliner
Di balik keseriusannya dalam isu pendidikan dan kesetaraan, Kartini ternyata gemar memasak! Ia menciptakan resep masakan khas seperti sup pangsit Jepara dan ayam besengek. Yang unik, resep-resep ini ia tulis dalam aksara Jawa lengkap dengan satuan tradisional seperti kati, elo, dan cangkir. Ini menjadi bukti bahwa Kartini tak hanya pintar berpikir, tapi juga piawai di dapur.
3. Mengenalkan Islam Sebagai Agama Cinta Damai
Kartini adalah sosok yang religius dan terbuka. Ia menyampaikan Islam sebagai agama penuh kasih dan toleransi. Dalam salah satu kisah, Kartini bahkan mengirimkan foto Paus, pemimpin tertinggi umat Katolik kepada sahabatnya di Belanda. Foto itu dibingkai dengan ukiran khas Jepara, sebagai bentuk penghormatan terhadap kerukunan antaragama.
4. Pelopor Promosi Ukiran Jepara ke Eropa
Berkat Kartini, seni ukir Jepara dikenal hingga ke Eropa. Ia bangga dengan warisan seni daerahnya dan terus mempromosikannya lewat surat-surat dan jaringan pertemanannya di luar negeri. Karena jasa besarnya, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Sekolah Ukir Jepara (Openbare Ambachtsschool) pada tahun 1929.
5. Surat-Surat Penuh Gagasan Cemerlang
Sejak usia 20 tahun, Kartini aktif menulis surat kepada sahabat-sahabatnya di Belanda. Dari surat-surat itulah muncul banyak gagasan besar, seperti permohonan beasiswa, kritik terhadap ketidakadilan kolonial, hingga usulan agar bahasa Melayu dan Belanda dijadikan bagian dari kurikulum pendidikan di Hindia Belanda. Kartini benar-benar sosok visioner.
6. Belajar Mengaji pada Kiai Besar dari Demak
Satu sisi lain yang tidak banyak diketahui: Kartini adalah murid dari Kiai Sholeh Darat, ulama besar dari Semarang yang sering mengajar di Pendopo Kabupaten Demak. Kartini merasa gelisah karena tidak bisa memahami arti bacaan dalam Al-Qur’an. Maka ia memohon agar Kiai Sholeh menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Hasilnya, lahirlah terjemahan Surat Al-Fatihah dan beberapa bagian Al-Qur’an dalam aksara Pegon. Ini menunjukkan betapa dalam spiritualitas Kartini, sekaligus semangat intelektualnya.
---
Kartini yang Lebih Dekat dengan Kita
Kartini bukan hanya simbol emansipasi. Ia adalah perempuan yang mencintai tanah air, makanan tradisional, seni budaya, hingga nilai-nilai spiritual. Ia adalah cermin perempuan yang utuh, cerdas, lembut, religius, dan penuh semangat juang.
Kini, saat kita mengenang Kartini, mari jangan hanya mengenang kebaya dan lagu "Ibu Kita Kartini", tetapi juga mewarisi semangatnya: berani berpikir, mencintai budaya, dan memperjuangkan keadilan.